GADO-GADO

Blog ini merupakan potret kehidupan saya yang seperti gado-gado. Semuanya bercampur aduk jadi satu disini dengan berbagai gaya bahasa, berbagai cara penulisan, dan berbagai macam hal. Disini terdapat segala hal yang saya pikirkan, saya lihat, saya dengar dan saya rasa. Maklumlah masih blogger pemula jadi ya masih gak karuan, but I like to learn by doing.
segala macam kritik dan saran pun saya terima dengan senang hati.
Terimakasih atas kunjungan anda.^^

Senin, 07 November 2011

Menjemput Cinta-Nya

Cerpen Mlathi Paramesthi

Hei, ayo berangkat! Anak-anak udah kumpul semua tuh.” Dika menepuk bahuku membubarkan lamunan.

Minggu pagi, di alun-alun sebuah kota kecil di Jawa Tengah, deretan sepeda motor terparkir sembarangan. Suara mesin yang mulai dinyalakan menderu memecahkan kesunyian pagi itu.

Perasaanku galau, tidak ada euforia seperti biasanya ketika akan berpetualang bersama para rider. Akulah satu-satunya rider cewek. Nekat? Mungkin. Sebenarnya Ibu melarangku ikut touring ini. Tapi, aku bukan Bilqis namanya jika menurut begitu saja larangan itu. Semakin dilarang, maka semakin berontak.

Tigapuluh kilometer meninggalkan kota kecil itu, jalan aspal penuh lubang membelah hutan membentuk tikungan-tikungan tajam. Hanya satu dua mobil dan truk yang lewat. Jalan yang sepi membuat anganku kembali melayang teringat kejadian tadi pagi.

***

“Ibu, aku berangkat.” Aku mencium tangan lembut Ibu.

“Hati-hati ya, nduk! Jangan ngebut-ngebut. Pamitan dulu sama Ayah sana!” Ibu mengusap kepalaku.

Hmmm….” Aku hanya menggumam sambil membalikkan badan menuju belakang rumah.

“Pak Santo, aku berangkat.” Aku menyalami dan mencium tanganya sekilas demi menjaga perasaan Ibu.

“Iya, Hati-hati ya.” Pak Santo, begitulah aku memanggil Ayah tiriku.

“Bilqis! Sudah berapa kali Ibu bilang jangan panggil namanya. Panggil beliau Ayah!” Ibu menarik tanganku. Tatapan matanya tajam, tetapi seolah memohon.

Nggak mau! Bilqis cuma punya satu Ayah.” Jawabku ketus sambil menyibakkan poniku kebelakang sebelum memakai helm. Bagiku panggilan Ayah hanya untuk Ayah kandungku saja. Titik!

“Tapi beliau juga Ayahmu. Beliau sudah membiayai sekolah dan hidupmu selama ini.” Ibu melepas cengkeraman tangannya dari lenganku.

Aku menyalakan mesin motor tidak menghiraukan perkataannya. Sorot mata ibu meredup ketika kuintip dari spion sepeda motor.

Assalamu’alaikum!” Aku pergi meninggalkan rumah tanpa menoleh ke arah Ibu. Tidak sanggup melihat sorot mata itu.

***

Pertengkaran seperti itu bukanlah yang pertama kali terjadi. Kedua orang tuaku bercerai ketika aku masih menggunakan seragam merah putih. Kepolosan seorang gadis kecil, membuatku tidak mengerti arti sebuah perpisahan. Sebuah perpisahan yang menorehkan luka di hati dan tidak akan pernah kering. Luka itu mulai terinfeksi ketika nalarku mulai mengerti kepahitan hidup ini. Perbincangan negatif orang-orang sekitar, sorot tatapan mereka yang mengasihaniku dan film-film mengenai betapa buruknya sebuah perceraian, jahatnya seorang Ayah atau Ibu tiri menanamkan virus-virus kebencian di hatiku. Virus-virus itu mulai menjalar ke seluruh tubuh, perlahan-lahan menggerogoti kebaikan dan keluguan seorang anak kecil. Aku mulai membenci sebuah perpisahan, membenci kenyataan pahit ini, membenci kehidupan ini, bahkan membenci Tuhan, –Allah SWT.

Emosi yang meluap di dada memacuku untuk menambah kecepatan laju sepeda motor. Sembilan puluh kilometer perjam di jalan pegunungan yang dipenuhi lika-liku tajam, cukup membuat malaikat pencabut nyawa menari-nari diatas kepalaku.

“THOOONNN..!!!”

Suara klakson truk yang memekakkan telinga membuyarkan lamunanku. Sebuah truk besar pengangkut pasir menyalipku dari belakang. Suara klakson yang sempat mengagetkanku, membuat sepeda motor oleng, kehilangan kendali. Beruntung aku bisa menghindari truk itu dan tidak tergilas roda-roda raksasanya. Tetapi sebuah lubang aspal yang berjarak lima meter di depanku, tidak dapat dihindari. Dalam hitungan detik, ban depan sepeda motorku terjerembab ke dalam lubang. Sepeda motorku terbanting, terseret beberapa meter, menghantam pohon pinus di tepi jalan. Tiba-tiba semuanya gelap.

Kenangan-kenangan masa kecilku yang indah, terlihat jelas dalam alam bawah sadarku. Sebuah keluarga kecil yang hidup dengan segala kesederhanaan yang ada, tetapi dipenuhi dengan ketulusan. Canda tawa dan kebersamaan kami adalah harta paling berharga yang tidak bisa di beli dengan uang.

“Bilqis, kamu dengar suara Ibu, Nduk?” Samar-samar aku mendengar suara memanggil namaku. Cahaya putih menyilaukan berpendar menusuk mata, mengaburkan pandangan. Aku mencoba membuka mata, tetapi seperti mengangkat beban ribuan ton. Berat. Semuanya kembali hitam.

Kilas balik mimpi indah yang kulihat sebelumnya muncul kembali. Tetapi, mimpi indah itu berubah menjadi nightmare yang tidak bisa terhapus dalam memori ingatanku. Senyuman tulus itu berubah menjadi seringai penuh kebencian.

Terlihat jelas saat tiba-tiba ibu memelukku dengan derai air mata dan mengatakan bahwa ayah dan ibu telah berpisah. Gadis kecil yang polos dan tidak mengerti apa yang dimaksud dengan “perpisahan”, hanya bisa ikut menangis. Bingung. Itulah kali pertamanya aku melihat Ibu menangis. Ibu yang selalu tegar menghadapi segala kesulitan yang ada, saat itu tidak sanggup menahan rasa sakit di relung hatinya. Ibu terlihat sangat rapuh.

Terlihat jelas saat teman-temankku yang sedang bermain dirumah, satu persatu pergi dengan muka ketakutan mendengar pecahan piring dan suara gaduh orang bertengkar di dapur. Masa-masa sulit yang aku alami, membalikkan kehidupanku seratus delapan puluh derajat. Kenangan-kenangan buruk itu kembali diputar, seperti menonton film-film pendek yang menyayat hati. Menghapus kepolosan dan keluguan anak-anak. Menggoreskan luka yang tidak pernah kering.

“Bilqis, ayo bangun, Nduk.” Sebuah tangan lembut menggenggam jariku. Aku terbangun dari mimpi buruk yang sangat panjang. Memori kelam itu kembali memenuhi kepalaku. Luka itu seperti tersiram air garam. Perih.

Kehidupan ekonomi keluargaku sekarang memang lebih baik dari sebelumnya. Tetapi kebahagiaan itu tidak lekas hadir seiring tercukupinya kebutuhan-kebutuhan kami. Aku masih belum bisa menerima kehadiran “orang ketiga” dalam keluarga baruku. Tidak ada ketulusan. Hampa. Aku merindukan keluarga kecil itu dengan segala kesederhanaannya. Aku suka kesederhanaan karena sederhana itu dekat dengan ketulusan.

“Dimana?” hanya itu yang bisa kuucapkan. Mataku mengerjap-ngerjap mencoba menghilangkan labirin-labirin kabut yang menutupi pandanganku.

Alhamdulillah, kamu sudah sadar. Kamu di rumah sakit, Nduk. Dari kemarin kamu tidak sadarkan diri.” Samar-samar aku melihat wajah Ibu. Beliau terlihat sangat khawatir.

Perlahan-lahan kesadaranku mulai pulih. Aku teringat akan kecelakaan yang menimpaku. Sekarang aku terbaring tidak berdaya. Jarum selang infus dan darah menghujam nadi ditanganku. Perban membalut luka-lukaku. Aku mencoba menggerakkan kaki dan tangan, tapi seluruh tubuhku mati rasa.

“Jangan terlalu banyak bergerak dulu. Luka-lukamu masih basah.” Ibu mencoba menenangkanku dan menceritakan bagaimana keadaanku saat ini. Kaki kiriku patah dibagian betis karena tertimpa sepeda motor sehingga harus dioperasi dan dipasang platina. Tubuhku babak belur, ada beberapa luka yang harus dijahit.

Kenyataan ini menghempaskanku dalam jurang keterpurukan yang lebih dalam. Tidak ada lagi Bilqis si petualang yang berani menjelajahi tempat-tempat penuh tantangan. Tidak banyak yang bisa aku lakukan dengan kondisi seperti ini.

Aku semakin merasa bahwa Tuhan tidak adil kepadaku. “Tidak cukupkah cobaan yang selama ini Dia berikan kepadaku?” Dia merampas semua yang kumiliki. Tidak ada lagi hal yang bisa kulakukan untuk melampiaskan amarahku.

Sepuluh hari aku harus dirawat dirumah sakit. Enam bulan aku harus istirahat dirumah, meninggalkan bangku sekolah untuk sementara. Padahal baru tiga bulan aku mengenakan seragam putih abu-abu. Beruntung aku mempunyai sahabat seperti Dika yang selalu setia menemaniku dan membantuku belajar dirumah. Dika adalah sahabatku sejak kecil. Dia adalah cowok sholeh dan nggak suka neko-neko. Dika membuatkan catatan-catatan pelajaran yang dia dapat di sekolah.

***

Setelah enam bulan terkurung di “penjara”, akhirnya aku bisa bersekolah lagi, walaupun masih harus menggunakan kruk. Aku tidak bisa bergabung lagi di Smadapala (pecinta alam). Keadaanku saat ini, sangat tidak memungkinkan untuk mendaki gunung. Menaklukkan tebing-tebing angkuh, berteriak di puncak tertinggi, meluapkan segala emosi yang terpendam. Mengajak “bicara” kepada Tuhan.

Dika mengajakku masuk Rohis (Rohaniah Islam) yang memang sudah dia ikuti sejak pertama masuk SMA. Namun, bongkahan batu karang masih bercokol kuat dihatiku. “Untuk apa aku mendekati Dia yang telah mengambil semua kebahagiaanku?” Sayangnya aku tidak punya alasan lagi untuk menolak ajakan Dika. Aku mengangguk demi menuruti permintaan orang yang selama ini selalu membantuku.

Dika mengajakku mengikuti kajian umum yang diadakan oleh Rohis di minggu kedua aku mulai sekolah. Aku dikenalkan dengan Mas Zakky. Kakak kelas dua tahun di atasku. Ketika aku menjulurkan tangan untuk menjabat tangannya, Mas Zakky menangkupkan kedua tangannya di depan dada sambil tersenyum. Manis sekali. “Hei, apa yang salah? Apakah aku begitu menjijikkan sehingga dia tidak mau menyentuhku?” aku agak tersinggung.

Dika menjelaskan kepadaku bahwa mas Zakky adalah seorang Ikhwan. Dia tidak mau bersentuhan dengan orang yang bukan mukhrim. “Apa itu mukhrim?” aku bertanya-tanya tidak mengerti maksudnya.

Dika mengantarkanku menuju tempat duduk cewek. “Kenapa harus dipisah-pisah gini sih?” aku agak sebel karena harus berpisah dengan Dika. Seluruh cewek yang mengikuti kajian itu mengenakan jilbab besar. Hanya aku yang tidak menggunakan jilbab. Seperti noda hitam di atas baju putih. Sangat mengganggu penglihatan. Tiba-tiba aku merasa tidak nyaman dengan pakaianku. Aku menarik-narik rok pendek selutut mencoba membuatnya lebih panjang. Tetapi hanya sia-sia.

Aku agak terkejut ketika para jilbaber itu menyambutku ramah. Mereka membantuku duduk, meletakkan kruk di samping kursi, mengajakku ngobrol. Mengacuhkan perbedaan mencolok di antara kami. Penilaianku runtuh seketika mengenai para jilbaber yang terkesan sombong dan tidak mau bergaul dengan orang yang tidak “sealiran” dengan mereka.

Pembawa acara sudah naik ke atas panggung. Sebelum memasuki acara inti, ada sebuah performance dari sebuah grup nasyid. Salah satu personelnya adalah Mas Zakky yang tadi Dika kenalkan padaku. Lagu Maher Zain yang berjudul Open Your Eyes mengalun indah ditengah aula. Petikan gitar melodi Mas Zakky mengalun indah, merontokkan daun-daun kering dalam hatiku. Sejak saat itu, diam-diam aku mulai mengaguminya.

Sosok Mas Zakky yang sederhana dan cool abis sering datang begitu saja dalam lamunanku. Rasa kagum itu lama-kelamaan berubah menjadi cinta. Seperti setangkai bunga mawar yang tumbuh di batu karang yang keras. Aneh memang. Tapi seperti itulah cinta pertamaku. Mawar berduri itu tumbuh begitu saja tanpa ada yang menanam. Tidak bisa dimengerti bagaimana bunga itu bisa tumbuh di atas kerasnya batu karang.

Bagai pungguk merindukan bulan. Cewek bandel sepertiku tidak mungkin berjodoh dengan seorang ikhwan yang begitu patuh dan taat kepada-Nya.

Dika yang selama ini harus memaksaku dulu untuk ikut kajian, menjadi heran melihat tingkahku yang agak aneh. Aku menjadi rajin mengikuti kajian-kajian yang diadakan oleh Rohis. Alasannya tidak lain hanya karena ingin melihat Mas Zakky.

Beberapa bulan aktif mengikuti kajian dan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Rohis sedikit banyak mengubah kehidupanku. Aku merasa lebih nyaman berada dekat dengan-Nya. Tidak perlu menggunakan palu besar untuk menghancurkan sebuah batu karang. Tetesan air yang terus menerus jatuh pun lama-lama bisa melubangi kerasnya batu karang itu. Aku merasa menemukan tempat untuk mengadu setiap masalah yang kuhadapi. Tidak perlu naik ke atas gunung, berteriak di atas puncak tertinggi untuk mengajak “bicara” kepadanya-Nya. Cukup bersimpuh di hadapan-Nya. Melakukan dialog interaktif dengan-Nya.

Allah memang sutradara kehidupan yang paling hebat. Tidak ada yang tahu alur ceritnya. Allah tidak selalu memberikan apa yang kita minta tapi Allah selalu memberikan apa yang kita butuhkan.

Menjelang akhir semester kedua, kondisiku semakin membaik. Sekarang aku tidak menggunakan kruk lagi. Tapi perasaanku tidak semakin membaik seiring membaiknya keadaan fisikku. Sebentar lagi ujian untuk tingkat SMA. Itu artinya Mas Zakky akan segera lulus. Aku tidak bisa melihatnya lagi.

***

“Bilqis, kamu kenapa? Akhir-akhir ini kamu terlihat murung.” Dika menyelidik, menangkap ada “sesuatu” yang aku sembunyikan.

“Dik,..” aku ragu ingin memberi tahunya tentang perasaanku terhadap Mas Zakky yang selama ini aku pendam. “Aku suka sama Mas Zakky, Dik. Tapi dia udah mau lulus. Gimana dong?”

“Mas Zakky tau perasaanmu?” ekspresi muka Dika berubah mendengar pernyataanku. Seperti ada yang disembunyikan. “Sejak kapan kamu suka sama dia?”

“Cuma aku yang tau. Aku juga nggak tau kapan perasaan ini muncul. Yang jelas, sekarang aku takut kehilanggannya. Apa yang harus aku lakukan?” rasa takut kehilangan itu menyesakkan dada.

“Ya bilang aja ke dia.” Jawab Dika singkat.

“Gila kamu ya? Nggak mungkin lah aku tiba-tiba ngomong ke Mas Zakky kalo aku suka sama dia. Selama ini aku kan cuma jadi secret admirer. Dan beginilah derita seorang pengagum rahasia, bisa mengetahui segala hal tentang dia, tetapi dia sama sekali tidak tahu apa-apa tentangku. Bahkan mungkin tidak mengenalku.” Aku menghela nafas. “Lagian mana mungkin dia mau sama cewek bandel kaya aku. Nggak pantes banget aku buat dia.”

“Bilqis, kamu nggak boleh ngomong kayak gitu. Jodoh itu cerminan dari diri kita. Orang yang baik itu pasti akan berjodoh dengan orang yang baik, dan kamu adalah orang yang baik. Tapi, dalam hatimu masih ada virus-virus kebencian kepada-Nya. Kamu selalu merasa bahwa Allah tidak mencintaimu. Tapi asal kamu tahu, Allah itu sesuai dengan prasangka hambanya. Kamu harus menjemput cinta-Nya untuk mendapatkan cinta yang lebih besar dari-Nya.” Dika menarik nafas.

Aku hanya bisa terdiam mendengar perkataan Dika. Semua yang dikatakan Dika benar.

“Kapan kamu akan pake jilbab?” pertanyaan Dika membuatku kaget.

“Aku belum siap, Dik.” Aku merasa masih berlumuran dosa. Tidak pantas mengenakan kerudung untuk menutupi auratku.

“Kapan kamu siap? Kalau kamu menunggu siap, kamu nggak akan pernah pake kerudung. Sama halnya jika aku tanya kapan kamu siap mati? Manusia tidak akan pernah merasa siap, Bilqis.” Dika menatapku tajam. “Apakah kamu tau? Setiap langkah wanita yang tidak menutupi auratnya adalah dosa. Berapa banyak dosa yang akan kamu pikul di setiap langkahmu?”

Kata-kata Dika selalu terngiang-ngiang di telingaku. “Kapan aku siap? Berapa banyak dosa yang akan kutorehkan di setiap langkahku?”

***

Tahun pelajaran sudah berganti. Kini aku mulai memasuki tahun kedua di SMA. Satu jam penuh aku mematung di depan cermin. Melihat bayangan sesosok gadis remaja menggunakan kerudung putih menutupi dadanya. “Ya Allah, semoga aku bisa mempertahankan jilbab ini. Semoga jilbab ini bisa melindungiku dari dosa yang kutorehkan disetiap langkahku.”

“Ayah, aku berangkat.” Aku mencium tangan Pak Santo -Ayah tiriku- dengan penuh ikhlas, bukan sekedar untuk menjaga perasaan Ibu. Bibirnya membentuk sebuah lengkung senyum bahagia.

“Ibu, Bilqis berangkat. Assalamu’alaikum.” Aku bergantian mencium tangan Ibu. Ada butir air mata di sudut matanya.

Teman-teman di sekolah terkejut dengan penampilan baruku. “Subhanallah, Bilqis kamu lebih cantik pake kerudung. Semoga bisa istiqomah ya.” Mereka menyalamiku satu persatu.

Amiin, makasih ya.” Aku malu mendapat perlakuan yang hampir sama dari setiap teman yang berpapasan denganku.

Assalamu’alaikum.” Dika agak terkejut mendengar salamku karena dia sedang sibuk berkutat dengan tugas matematikanya. Tidak sadar akan kehadiranku.

Wa’alaikumsalam. Subhanallah, Bilqis si petualang kini telah berubah. Kamu terlihat lebih anggun pake kerudung..” Aku hanya tersenyum malu menanggapi perkataannya. “Eh, tapi kamu pake kerudung bukan karena Mas Zakky kan?”

“Ya nggak lah. Aku ingin menjemput cinta-Nya. Lagian Mas Zakky juga udah lulus. Kalo udah jodoh pasti nggak akan kemana. Hehe…” aku mengelak asumsi Dika. “Mas Zakky adalah hidayah terbesar dalam hidupku. Melalui dia, Allah membukakan pintu hatiku.”

***

Minggu, 06 November 2011

Kepada Siapa Aku Harus Bicara?

Pernah nggak sih kamu merasa galau? Pasti jawabannya nggak! Tapi sering. Haha.. sama aja euy. Kalau kamu lagi merasa galau pasti pengen dong curhat ke orang ain? Kadang curhat itu belum tentu bisa menyelesaikan masalah, tapi kalau udah cerita tuh rasanya lega, bebannya jadi berasa berkurang. Iya nggak? Tapi pertanyaanya sekarang adalah “Kepada siapa aku harus bicara?”

Kalau kamu termasuk orang yang ekstrovert, mudah aja buat kamu untuk cerita ke orang-orang yang udah kamu kenal. Eits, tp jangan setiap orang yang kamu temui jadi tempat curhat ya (siape eloh? Hehe...). Semakin banyak orang yang kamu curhati, semakin banyak juga saran yang masuk. Semakin banyak saran yang masuk, jadi semakin gampang buat menentukan langkah apa yang harus kamu ambil kan? Aseekk... XD

Terus gimana dong buat kamu yang introvert? Tenang, saya ada beberapa tips nih, semoga bisa bantu kamu yang nggak gampang ngungkapin apa yang sedang kamu rasakan:

Pertama, kamu harus punya orang yang kamu percaya. Ada yang bilang bahwa mengadulah kepada Allah SWT jika kamu ada masalah. Tapi nggak ada salahnya juga kok kalau kamu cerita ke orang lain ketika “mengadu kepada-Nya” belum bisa membuatmu keluar dari masalah. Orang yang kamu percaya disini bisa berupa orang tua atau saudara dekatmu. Keluarga kita adalah orang yang paling mengerti siapa kita, jadi mereka tau mana yang terbaik bagimu. Tapi kalau kamu merasa sungkan buat cerita ke keluargamu, kamu bisa cerita ke sahabat terdekatmu atau someone yang kamu percaya, paling nggak kamu merasa nyaman untuk cerita ke dia. Pokoknya, jangan pernah menyimpan semua masalahmu sendiri, ntar jadi penyakit lho...

Kedua, tulis unek-unekmu! Kalau kamu nggak punya orang yang kamu percaya, kamu bisa menuliskan semua unek-unekmu. Sekarang kan udah modern tuh, udah nggak jamannya lagi nulis di diary. Buat blog dong! (numpang promosi ya... hehe..) kalau nggak mau, ya buat status fb atau nge-tweet juga okelah. Tapi kalau nulis disitu hati-hati ya, ntar dicekal lagi. Buat kamu yang jago nulis, mungkin suatu saat nanti tulisan itu akan membawamu ke tempat yang selama ini kamu impikan dan bisa buat kamu jadi famous. Hoho... (ngarep.com) kalau kamu belum jago nulis coba buat status fb atau nge-tweet yang kira-kira banyak orang yang tertarik. Kalau banyak yang comment atau mention jadi seneng kan? Hehe...

Ketiga, kalau kamu nggak punya orang yang kamu percaya, atau kamu nggak suka di dunia tulis menulis, panggil namaku tiga kali! Dan saya jamin, saya tidak akan muncul seketika (Yee, sama aja boong kalau gitu). Walaupun saya nggak bisa langsung muncul di hadapan anda, kamu bisa konsultasi lewat dunia maya. Tinggal ketik REG[spasi]CURCOL kirim ke 08522976****. Atau bisa kunjungi blog ini, add fb saya di Mlathi Paramesthi dan bisa follow saya di @MlathiRawhide. Insya allah, rahasia anda akan aman ditangan saya. Yah, walaupun saya tidak bisa bantu menyelesaikan masalahmu, tapi saya jadi a good listener buatmu.

Selamat mencoba. SEMAMPRET,,,!!! XD

Senin, 05 September 2011

Only Hope

Dari jendela kamar aku bisa melihat langit di luar begitu cerah, tapi tapi tidak dengan hatiku. Lantai kamar dipenuhi barang-barang dan tas ransel yang tergeletak begitu saja. Enggan untuk membereskannya.

Hari ini seharusnya aku berangkat ke jogja dan besok berangkat ke semarang. Euforia penantian IIWC (Indonesia International Work Camp) beberapa terakhir ini lenyap sudah, tergantikan oleh rasa was-was, kesal, sedih, takut, bersalah dan entah apa lagi. Ibu melarang ku pergi. Aku tidak menyalahkannya karena aku tau ibu melakukan ini demi aku. Demi kesehatanku.

Lengan kiriku panas. Ada benjolan kecil di bekas luka oprasiku 9 bulan yang lalu. Entah itu sambungan tulang yang mencuat lagi atau itu hanya platina saja dan aku terlalu berlebihan. Tapi perasaanku nggak enak. Semoga nggak terjadi masalah besar.

Sudah terlalu banyak aku menyusahkan orang tuaku. Aku adalah anak paling mahal diantara kakak adikku. Sejak kecil Rumah Sakit seperti rumah kedua bagiku. Tak terhitung lagi berapa kali aku telah pergi ke "hotel bintang 5" itu. Tak terhitung lagi jumlah uang yang telah dihabiskan disana. Apakah kali ini harus membuang uang banyak lagi? Entahlah, aku hanya bisa berharap yang terbaik.

I'm really sorry mom. I've been made you sad and flustered. I don't know what I've to do. :'(

Rabu, 10 Agustus 2011

Hidup Adalah Pilihan



Anda tau kerang?Ya, Kerang (Anadara sp) adalah hewan air yang termasuk hewan bertubuh lunak (moluska). Tetapi disini saya tidak akan membicarakan kerang sebagai heawan moluska. Disini saya ingin berbagi makna hidup yang di ambil dari kisah kerang.Seperti yang kita tahu bahwa kerang bisa menghsilkan mutiara dari butir pasir yang masuk ke tubuh kerang tersebut. Butir pasir yang yang masuk ke tubuh kerang sangat menyakitkan bagi tubuh kerang, sehingga untuk mengurangi rasa sakit itu, butir pasir yang masuk diselimuti lendir yang lama kelamaan berubah menjadi mutiara.Ketika kerang-kerang diambil oleh manusia, kerang-kerang tersebut akan dipisahkan antara kerang yang mengandung pasir dan tidak. Kerang yang tidak mengandung pasir akan dijual secara obral yang berujung menjadi kerang rebus atau hidangan yang lain, tetapi kerang yang mengandung pasir bisa terjual dengan harga 10kali lipat bahkan lebih dari harga kerang yang tidak mengandung pasir, karena kerang yang mengandung pasir akan menjadi kerang mutiara.jika anda adalah kerang, kerang manakah yang anda pilih? kerang rebus atau kerang mutiara?tentu anda akan memilih menjadi kerang mutiara. Tetapi untuk menjadi kerang mutiara tidaklah gampang, anda harus bisa membungkus pasir yang menyakitkan menjadi mutiara. Hidup adalah pilihan kawan. Jalan mana yang anda pilih, itulah yang masa depan anda. Semampret...!! ^^

*terinspirasi dari jamil azzaini, seorang social enterpreneur

Rabu, 03 Agustus 2011

Sarana Dakwah

PENDAHULUAN

Dakwah merupakan rangkaian aktifitas yang sangat berhubungan dengan sebuah nilai yang diyakini kebenarannya oleh seseorang atau sekelompok orang yang kemudian diteruskan dengan adanya aktifitas untuk menyampaikannya kepada orang lain agar sebisa mungkin diiyakan atau orang lain berbuat sama seperti yang dikehendakinya. Dakwah sebagai suatu kegiatan komunikasi keagamaan dihadapkan kepada perkembangan dan kemajuan teknlogi komunikasi yang semakin canggih, memerlukan suatu adaptasi terhadap kemajuan itu. Artinya dakwah dituntut untuk dikemas dengan terapan sarana komunikasi sesuai dengan aneka mad’u (komunikan) yang dihadapi.

Laju perkembangan zaman berpacu dengan tingkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, tidak terkecuali teknologi komunikasi yang merupakan suatu sarana yang menghubungkan suatu masyarakat dengan masyarakat di bumi lain. Kecanggihan teknologi komunikasi ikut mempengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia termasuk di dalamnya kegiatan dakwah sebagai salah satu pola penyampaian informasi dan upaya transfer ilmu pengetahauan. Hal tersebut menunjukkan bahwa proses dakwah bisa terjadi dengan menggunakan berbagai sarana dakwah, karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat memungkinkan hal itu. Ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berdampak positif sebab dengan demikian pesan dakwah dapat menyebar sangat cepat dengan jangkauan dan tempat yang sangat luas pula.



PEMBAHASAN

a. Pengertian
Secara etimologis sarana adalah segala sesuatu yang dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan tujuan (Depdikbud, 1990: 784). Sarana juga bisa diartikan sebagai perantara untuk menyebar ide, sehingga ide tersebut bisa sampai kepada penerima.

Wasilah (sarana) untuk merealisasi sasaran-sasaran tersebut telah disebutkan oleh ustadz Hasan al-Banna rahimahullah: "Sarana kita dalam mengokohkan da'wah, dapat diketahui secara jelas, dan dapat dibaca oleh semua orang yang ingin mengetahui sejarah jama'ah. Ringkasan semua itu ada pada dua kalimat yakni: Iman dan amal, cinta dan persaudaraan (Ukhuwah). Dalam kesempatan lain, Ustadz al-juga mengatakan: "Sarana-sarana umum bagi da'wah tidak berubah, tidak berganti dan tidak lain dari aspek iman yang dalam (Imaan 'amiiq), pembentukan yang cermat (takwiin daqiiq), dan amal yang berkesinambungan (amal mutawashil)". Selain itu, juga menyebutkan bahwa rukun-rukun sarana dalam da'wah ada tiga: Manhaj yang benar (minhaj shahih), orang mu'min yang beramal (mu'minun 'amilun), dan pemimpin yang tangguh dan dipercaya (qiyadah hazimah mautsuq biha).

b. Urgensi Sarana Dakwah
Dakwah sebagai suatu kegiatan komunikasi keagamaan dihadapkan kepada perkembangan dan kemajuan teknlogi komunikasi yang semakin canggih, memerlukan suatu adaptasi terhadap kemajuan itu. Artinya dakwah dituntut untuk dikemas dengan terapan sarana komunikasi sesuai dengan aneka mad’u (komunikan) yang dihadapi (M. Bahri Ghazali, 1997: 33).

Dalam suatu proses dakwah, seorang juru dakwah (da’i) dapat menggunakan berbagai sarana. Salah satu unsur keberhasilan dalam berdakwah adalah kepandaian seorang da’i dalam memilih dan menggunakan sarana yang ada (Adi Ssasono, Didin Hafiudin, A.M. Saefuddin et. all., 1998: 154).

Untuk mencapai sasaran dakwah da’i dapat memilih salah satu atau gabungan dari beberapa sarana, bergantung pada tujuan yang ingin dicapai, pesan yang disampaiakn dan teknik yang dipergunakan. Mana yang terbaik dari sekian banyak sarana itu tidak dapat ditegaskan dengan pasti sebab masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan (Onong Uchjana Effendy, 2000: 37).

Dalam arus modernisasi ini, para da’i harus mampu menyesuaikan diri dengan mempergunakan serta memanfaatkan sarana itu. Di negara-negara barat dan di negara-negara maju, banyak dijumpai penggunaan media ini dalam misi relegius yang diselenggarakan oleh perkumpulan keagamaan, baik melalui media cetak maupun elektronik (Djamalul Abidin, 1996: 122).

Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa kepentingan dakwah terhadap adanya sarana yang tepat dalam berdakwah sangat urgen sekali, sehingga dapat dikatakan dengan sarana dakwah akan lebih mudah diterima oleh komunikan (mad’unya).

Pemanfaatan sarana dalam kegiatan dakwah mengakibatkan komunikasi antara da’i atau sasaran dakwahnya akan lebih dekat dan mudah diteima. Oleh karena itu aspek dakwah sangat erat kaitannya dengan kondisi sasaran dawah, artinya keragaman sarana dakwah harus sesuai dengan apa yang dibentuk oleh sasaran dakwah. Begitu pula sarana dakwah ini juga memerlukan kesesuian dengan bakat dan kemampuan da’inya, artinya penerapan media harus didukung oleh potensi da’i sebab sarana atau media dakwah pada dasarnya sebagai penyampaian pesan-pesan dakwah terhadap mad’unya.

c. Macam-macam Sarana Dakwah
Said bin Ali Al-Qahthani membagi sarana penunjang keberhasilan dakwah kepada dua bagian, yaitu:
1. Sarana tidak lansung, berupa persiapan-persiapan yang harus dilakukan seorang da’i sebelum melaksanakan tugas, seperti penguasaan materi dakwah, kesehatan dll.
2. Sarana lansung
Kedua point ini dapat direalisasikan melalui berbagai media, yaitu:
a. Melalui media diskusi kelompok, seminar-seminar yang lazim digunakan mahasiswa atau pelajar bahkan masyarakat umum.
b. Melalui media perorangan (face-to face comunikation) atau nasehat lansung kepada seseorang.
c. Melalui media buku-buku bacaan, brosur-brosur keagamaan, majallah dan surat kabar harian.
d. Melalui media elektronik seperti: TV, Radio, Film, Internet, dan sebagainya (Said bin Ali al-Qahthani, 1994: 102-104).


Bila dakwah dilihat sebagai salah satu tipe komunikasi secara umum maka menurut M. Bahri Ghazaly, MA, ada beberapa jenis sarana komunikasi yang dapat digunakan dalam kegiatan dakwah yaitu melalui:
1. Media Visual
Media komunikasi visual merupakan alat komunikasi yang dapat digunakan dengan menggunakan indra penglihatan dalam menangkap datanya. Jadi matalah yang paling berperan dalam pengembangan dakwah. Sarana komunikasi yang berwujud alat yang menggunakan penglihatan sebagai pokok persoalannya terdiri dari jenis alat komunikasi yang sangat komplit. Bila medianya visual, maka sarana tersebut meliputi: film, slide, OHP, gambar, foto diam, komputer, grafik, poster, internet, media massa (majalah, koran, buletin, dll), buku,tulisan.
2. Media Auditif
Media auditif merupakan alat komunikasi yang berbentuk teknologi canggih yang berwujud hardware, media auditif dapat ditangkap melalui indra pendengaran. Perangkat auditif ini pada umumnya adalah alat-alat yang diopersioanalkan sebagai sarana penunjang kegiatan dakwah. Penyampaian materi dakwah melalui media auditif ini menyebabkan dapat terjangkaunya sasaran dakwah dalam jarak jauh. Alat-alat auditif ini sangat efektif untuk penyebaran informasi atau penyampaian kegiatan dakwah yang cenderung persuasif. Alat-alat ini meliputi; radio, tep recorder, telpon dan telegram.
3. Media Audio Visual
Media audio visual merupakan perangkat yang dapat ditangkap melalui indra pendengaran maupun penglihatan. Apabila dibandingkan dengan media yang telah dikemukakan sebelumnya, ternyata media audiovisual lebih paripurna, sebab media ini dapat dimanfaatkan oleh semua golongan masyarakat. Termasuk dalam media audio visual, saranya berupa: film, TV, video (M. Bahri Ghazali, 1997: 34-44).





d. Rincian Sarana Dakwah yang Harus dimiliki Da’i
a. Menyebarkan da'wah melalui semua sarana sampai dapat dipahami oleh opini umum dan mereka dapat menjadi penolong da'wah didorong oleh aqidah dan iman.
b. Menyaring semua unsur-unsur baik untuk dijadikan pilar pendukung yang kokoh bagi fikrah ishlah (perbaikan).
c. Memperjuangkan perundang-undangan hingga suara dakwah islam dapat berkumandang secara formal dan legal di pemerintahan sekaligus mendukungnya dan menjadi kekuatan dalam pelaksanaanya.
d. Manhaj atau metode yang benar.
e. Kaum mukminin yang beramal dan aktivis muslim.
f. Kepemimpinan yang tangguh dan dapat dipercaya.


e. Fungsi dan Manfaat Sarana Dakwah
1. Mempermudah objek dakwah dalam memahami materi yang disampaikan.
2. Agar lebih mudah dimengerti.
3. Membuat dakwah menjadi menarik.
4. Sebagai sarana alternative rujukan yang akurat.
5. Membantu percepatan gerak dakwah islam.
6. Senjata melawan ghazwul fikri.
7. Menegakkan ubudiyah karena Allah dan menancapkan sendi-sendi tauhid di dalam jiwa manusia.
8. Mengingatkan kepada kebaikan.
9. Melaksanakan amar ma'ruf nahi mungkar sesuai dengan ketentuan syariat Islam dan manhaj nabawy.








KESIMPULAN
Setelah dijelaskan dalam pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa sarana dan media merupakan dua hal yang serupa tapi tak sama. Media dakwah merupakan perantara penyampaian dakwah kepada mad’u, sedangkan sarana dakwah adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan dakwah tersebut. Misalnya terdapat dakwah di televisi dalam acara Mamah dan Aa’. Program Mamah dan Aa’ berperan sebagai media sedangkan televisi berperan sebagai sarana.

Ada berbagai macam sarana yang sering digunakan dalam penyampaian pesan dakwah baik pribadi maupun komunikasi secara umum. Namun yang perlu diketahui bahwa dengan aneka macam dan ragam sarana dakwah, kita dapat melihat, menerima, dan memilih berbagai macam pesan dakwah dalam Islam.

Pelaksanaan penyampaian pesan dakwah secara efektif yaitu dengan adanya aneka macam sarana, seorang komunikan (da’i) dapat memilih dan menggunakan sarana yang tepat dalam menyampaiakan pesan yang disampaiakan dan dengan sarana dakwah, komunikan dapat merasa dekat dengan khalayak.

Sarana dakwah mempunyai peranan yang sangat penting karena dengan penggunaan sarana yang tepat materi dakwah dapat diterima dengan mudah oleh mad’u.










DAFTAR PUSTAKA
(Buku Ikhwanul Muslimin; Deskripsi, Jawaban Tuduhan, dan Harapan Oleh Syaikh Jasim Muhalhil)
http://prodibpi.wordpress.com/2010/08/05/prospek-media-penyiaran-sebagai-wahana-dakwah-2/
Depdikbud. Arti Sarana secara etimologis.1990: 784.
(Adi Ssasono, Didin Hafiudin, A.M. Saefuddin et. all., 1998: 154).
M. Bahri Ghazali, MA. Tipe Komunikasi Sarana Dakwah.1997: 34-44.